Sabtu, 26 September 2015

POLA PENYAKIT AKIBAT KANKER TUGAS TENTANG PERUBAHAN PAYUDARA DI INDONESIA tugas epidiemologi



POLA PENYAKIT AKIBAT KANKER TUGAS TENTANG PERUBAHAN PAYUDARA DI INDONESIA


NAMA : FITRI RIANDANI

NIM : 2014-32-056















                                               



BAB I. PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Penelitian

Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan
morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab
kematian nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. Diperkirakan kematian akibat
kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan
di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia
dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang (Pane, 2002;
WHO, 2008).
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap
100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari
tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta
perubahan pola penyakit. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
1992, kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama
kematian di Indonesia. Angka proporsi kanker di Indonesia cenderung meningkat
dari 3,4 (SKRT 1980) menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4 (SKRT 1992), dan 5,0
(SKRT 1995) (Tjindarbumi, 1995).
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidensi
relatif tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan. Dari 600.000 kasus kanker
payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya
ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang
berkembang. Di Amerika Serikat, keganasan ini paling sering terjadi pada wanita
dewasa. Diperkirakan di AS 175.000 wanita didiagnosis menderita kanker
2
payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang menyerang wanita.
Sebanyak 150.000 penderita kanker payudara yang berobat ke rumah sakit, 44.000
orang di antaranya meninggal setiap tahunnya. American Cancer Society
memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000 di
antaranya meninggal antara 1990-2000 ((Tjahjadi, 1995; Moningkey, 2000).
Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah
kanker leher rahim. Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia
tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki
tempat teratas (Tjindarbumi, 1995). Di Yogyakarta kanker payudara merupakan
tumor ganas terbanyak ke-2, tetapi di Rumah Sakit DR. Sardjito, kanker payudara
menempati urutan pertama keganasan pada wanita. Meskipun angka kematian
belum dapat diketahui, tetapi tumor ganas ini menempati urutan ke-5 penyebab
kematian (Aryandono, 2006).
Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker
payudara ditemukan pada stadium lanjut. Menurut World Health Organization
(WHO) tahun 2004 di dunia diperkirakan terdapat 1.334.100 kasus kanker
dengan 556.500 orang meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) 41,71%
(Moningkey, 2000).
Biologi kanker kompleks, melibatkan onkogenesis, evasion of host
immune defense mechanisms, angiogenesis, invasi dan metastasis. Beberapa
penelitian menemukan adanya peranan interleukin yang merupakan pleiotropic
cytokines terhadap progresivitas kanker. Interleukin-6 merupakan salah satu
sitokin yang memiliki peranan dalam sistem imun, respon fase akut, dan
3
hematopoiesis. Makrofag, monosit dan limfosit maupun sel kanker diketahui
dapat mensekresi IL-6. Interleukin-6 secara in vitro diketahui merupakan autokrin
maupun parakrin growth factor dari kanker ovarium, servik, prostat, paru, ginjal
maupun melanoma (Fu et al., 1994; Giri et al., 2001; Parslot et al., 2003).
Selama ini interleukin-6 lebih dikenal sebagai sitokin inflamasi yang
memediasi hematopoesis dan aktivasi limfosit, tetapi penelitian-penelitian terbaru
melaporkan IL-6 memiliki peran sebagai mediator progresivitas tumor. Ekspresi
IL-6 berkorelasi dengan derajat tumor, dan survival yang buruk, meskipun
mekanismenya belum dapat diterangkan secara jelas (Sullivan, 2009)
Interleukin-6 diketahui juga memiliki peran dalam angiogenesis.
Angiogenesis merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan dan metastasis
pada kanker payudara (Chopra et al., 1998; Engels, 1997).
Beberapa strategi pendekatan terapi telah banyak dilakukan dan
mengalami kemajuan yang signifikan, tetapi kematian kanker paling banyak
masih disebabkan karena metastasis yang sering resisten terhadap terapi
konvensional. Karena itulah perlu dilakukan pendekatan baru terhadap
manajemen terapi kanker payudara. Beberapa interleukin termasuk IL-6 diketahui
berkorelasi dengan stadium klinis kanker payudara dan metastasis. Hal ini
memungkinkan IL-6 dapat membantu dalam diagnosis maupun memperkirakan
prognosis buruk kanker payudara sehingga manajemen terapi dilakukan lebih
agresif (Kozlowski et al., 2003).
4
Efektivitas terapi dan prognosis keganasan dipengaruhi oleh stadium
penyakit dan aktivitas mekanisme sistem imun yang dimodulasi oleh beberapa
interleukin, termasuk IL-6 (Zakrzewska et al., 2001).
Beberapa penelitian IL-6 pada kanker di luar negeri mulai banyak
dilakukan baik penelitian invitro, IL-6 pada jaringan tumor payudara maupun IL-6
pada serum penderita kanker payudara. Kebanyakan penelitian IL-6 pada serum
mendukung IL-6 serum sebagai marker prognosis yang buruk. Hasil penelitian ini
memungkinkan pengembangan terapi baru anti IL-6 yang diharapkan dapat
memperbaiki hasil terapi yang sudah ada. Berbeda dg penelitian IL-6 pada serum,
penelitian di tingkat in vitro dan jaringan menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa IL-6 menghambat pertumbuhan tumor,
tetapi beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa IL-6 justru memicu
pertumbuhan tumor. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan
konsistensi peranan IL-6 pada kanker payudara (Knupfer, 2007).
Pemeriksaan IL-6 tidak memerlukan persiapan khusus, sederhana dan
tidak invasif. Berbeda dengan sitokin lainnya, IL-6 di dalam serum/plasma lebih
stabil (Pfeilschifter et al., 2002).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dinilai perbedaan kadar IL-6
dalam serum darah penderita kanker payudara di antara berbagai stadium klinis
kanker payudara.


B.      Permasalahan

Berdasarkan berbagai fakta yang terurai dalam latar belakang di atas maka
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
5
1. Prevalensi kanker payudara semakin meningkat di seluruh dunia termasuk di
Indonesia seiring dengan peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi,
serta perubahan pola penyakit.
2. Lebih dari separuh penderita kanker payudara terdiagnosis sudah pada stadium
lanjut saat tumor telah mengalami metastasis sehingga penanganannya
cenderung terlambat dan hanya bersifat paliatif.
3. Penilaian baku emas stadium klinis kanker payudara adalah dengan
histopatologi yang bersifat invasif dan sulit ditemukan pada stadium dini.
Diperlukan parameter yang non invasif. Interleukin-6 diperkirakan
berhubungan dengan stadium klinis kanker payudara, pemeriksaannya realatif
sederhana, tanpa persiapan khusus dan tidak invasif.
4. Penelitian mengenai IL-6 pada kanker payudara menunjukkan hasil yang tidak
konsisten.
5. Penelitian mengenai hubungan IL-6 dengan stadium klinis kanker payudara
telah banyak dilakukan, tetapi sepanjang data yang diketahui saat ini belum
pernah dilakukan peneliti lain di Indonesia.
6. C. Pertanyaan Penelitian

Apakah terdapat perbedaan kadar IL-6 pada berbagai stadium klinis
kanker payudara?
D. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang IL-6 pada kanker telah banyak dilakukan di luar negeri
baik mengenai aspek korelasi terhadap stadium tumor maupun prognosis.
Beberapa penelitian IL-6 pada serum mendapatkan hasil yang hampir semua
6
konsisten, tetapi pada penelitian tingkat in vitro dan jaringan tumor payudara
menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Beberapa peneliti melaporkan peningkatan IL-6 sebelum terapi merupakan
indikator prognosis kanker payudara yang buruk. Tetapi peneliti yang lain
menunjukkan hal yang sebaliknya. Pada penelitian Yoko et al. (2000) kadar IL-6
lebih tinggi pada pasien kanker payudara yang mengalami rekurensi dan tidak
berespon terhadap terapi dibanding pasien yang yang stabil setelah terapi. Hasil
penelitian ini serupa dengan penelitian Zhang et al. (1999), pasien dengan kadar
IL-6 ≥ 20 ρg/ml meninggal dalam 4 bulan setelah terapi. Berbeda dengan kedua
penelitian ini, Kovacs (2001) melaporkan IL-6 tidak berkorelasi dengan prognosis
yang buruk pada kanker payudara.
Zhang et al. (1999) meneliti hubungan antara kadar IL-6 dengan respon
terapi pada pasien metastasis. Pasien yang berespon sempurna memiliki kadar IL-
6 paling rendah dibanding yang berespon sebagian, tidak berespon maupun tumor
yang akhirnya progresif (masing-masing 2.4 ± 1.2 48, 4.1 ± 1.0, 7.4 ± 3.8, 36.3
± 13.2 pg/ml).
Nishimura et al. (2000) menganalisis kadar IL-6 pada penderita kanker
payudara tahap lanjut atau rekuren, hubungan antara kadar IL-6 dengan klinis
serta efek medroxyprogesteron (MPA) yang dapat menghambat produksi IL-6.
Hasilnya adalah kadar IL-6 lebih tinggi pada kanker yang rekuren (6.5 ± 7.48
ρg/ml) dibanding yang tidak rekuren (1.96 ± 1.38 ρg/ml) dan lebih rendah pada
subyek yang mendapatkan MPA.
7
Jiang et al. (2000) membandingkan kadar IL-6 antara kelompok sehat
dengan penderita kanker payudara dan didapatkan hasil kadar IL-6 lebih tinggi
pada penderita kanker payudara dibanding kelompok wanita sehat (0.7 ± 2.5 vs
38.3 ± 138.7 ρg/ml).
Jablonska et al. (2001) membandingkan kadar IL-6 antara kelompok sehat
dengan penderita kanker payudara serta perbedaan kadar pada masing-masing
stadium kanker. Didapatkan hasil kadar yang lebih tinggi pada penderita kanker
dibanding kelompok sehat. Kadar serum IL-6 lebih tinggi pada stadium III/IV
dibanding stadium II.
Serupa dengan penelitian kasus kontrol Jiang et al.(2000) dan Jablonska et
al. (2001, kadar IL-6 pada pasien kanker payudara lebih tinggi dibanding
kelompok sehat (31.7 vs 3.3 ρg/m) dan berkorelasi dengan stadium klinis
(Kozlowski et al., 2003).
Salgado et al. (2003) meneliti kadar IL-6 berbeda bermakna pada berbagai
derajat metastasis. Penderita kanker payudara dengan 2 atau lebih lokasi
metastasis memiliki kadar IL-6 yang lebih tinggi dibanding penderita dengan 1
lokasi metastasis. Kadar IL-6 mencerminkan proses pertumbuhan tumor. Berbeda
dengan penelitian Salgado, Bachelot et al. (2003) tidak menemukan adanya
korelasi antara kadar IL-6 dengan berbagai derajat metastasis kanker payudara.
Bozuck et al. (2004) meneliti hubungan antara kadar IL-6 dengan keluaran
klinis penderita yang telah metastasis. Dengan cutoff > 5 ρg/ml, IL-6 berkorelasi
dengan progresivitas tumor. Serupa dengan Bozuck, Bachelot et al. (2003)
melaporkan cutoff IL-6≥55 ρg/ml berkorelasi dengan survival yang pendek.
8
Ravishankaran et al. (2011) menemukan korelasi positif antara kadar IL-6
dengan ukuran tumor, metastasis limfonodi, metastasis jauh dan stadium klinis
kanker payudara. Berbeda dengan IL-6, CRP tidak berkorelasi dengan metastasis
limfonodi maupun metastasis jauh dan stadium klinis. Hal ini membuktikan
bahwa IL-6 memiliki peran langsung pada pertumbuhan tumor, sedangkan CRP
tidak. Meskipun terdapat korelasi antara IL-6 dengan CRP, tetapi peningkatan
CRP hanya disebabkan oleh kadar IL-6 yang meningkat.


E. Manfaat Penelitian

1. Bagi dokter (klinisi)
Kadar IL-6 dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan yang bermanfaat
dalam penatalaksanaan penderita kanker payudara.
2. Bagi pasien (masyarakat)
Diharapkan dengan pengukuran kadar IL-6 yang non invasif, pendekatan
penatalaksanaan dapat lebih disesuaikan dengan manfaat yang diharapkan.
3. Bagi peneliti
Memberikan bukti ilmiah tentang kadar IL-6 dalam menggambarkan
stadium penyakit. Hasil penelitian menambah bukti penelitian sebagai dasar
pengembangan terapi baru anti IL-6 yang diharapkan dapat memperbaiki hasil
terapi yang sudah ada.


F. Tujuan Penelitian

Mengevaluasi perbedaan kadar IL-6 pada berbagai stadium klinis kanker
payudara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar